Ulumul Hadis: Hadis Mawdhu

Sebelum Hadits Nabi dihimpun dalam kitab-kitab Hadits secara resmi, Hadits Nabi pada umumnya diajarkan dan diriwaayatkan secara lisan dan hafalan. Walaupun kegiatan pencatatan Hadits oleh para ulama masa itu, sudah ada untuk kepentingan pribadi. Hadits Nabi yang belum terhimpun dalam suatu kitab dan kedudukan Hadits yang sangat penting dalam sumber ajaran Islam, telah dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab oleh orang-orang tertentu. Mereka membuat Hadits palsu berupa pernyataan-pernyataan yang mereka katakana berasal dari Nabi, sedangkan Nabi sendiri tidak pernah menyatakan demikian.

Pemalsuan Hadits tampak berkembang pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib (40H/661M). Pertentangan politik yang terjadi pada masa khalifah Ali turut menumbuhkan pesatnya pemalsuan Hadits. Berdasarkan sejarah, pemalsuan hadits tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam tetapi juga oleh kaum non muslim dan kalangan murtaddin.

Setelah masa Tabiin, pemalsuan Hadits semakin bertambah banyak dan meluas mencakup seluruh bidang kehidupan. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap kredibilitas Hadits sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Quran. Namun hal tersebut dapat diatasi oleh para ulama Hadis dengan melakukan kritik Sanad dan Matan Hadits, sehingga dapat diketahui tanda-tanda Hadits palsu sebagai kaidah untuk mendeteksi kepalsuannya.

A. PENGERTIAN HADITS MAWDHU

Kata Mawdhu dapat berarti diletakkan, dibiarkan, digugurkan, ditinggalkan, dan dibuat-buat. Pengertian Mawdhu menurut terminology ulama Hadits adalah Sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW secara mengada-ada dan dusta, yang tidak beliau sampaikan, beliau kerjakan, ataupun beliau taqrirkan
Nurudin Al-Atar menjelaskan bahwa yang dipalsukan sama sekali tidak ada hubungannya dengan Rasulullah, lafadz itu bukan Hadits, tetapi menurutpemikiran perawinya adalah Hadits. Lafadz yang dikira Hadits itu banyak dari perkataan ahli hikmah, peribahasa, atau atsar sahabat yang dinisbatkan para pendusta kepada Rasul SAW.

Menurut Subhi Al-Shalih bahwa sebagian besar yang dipalsukan adalah dari perkataan para pemalsu sendiri, dengan gaya bahasa dan sanad yang disusun sendiri. Apabila mereka tidak dapat membuat imajinasi yang dapat diterima, sebagian mereka adakalanya membuat sanad-sanad palsu yang sampai kepada Rasulullah, kemudian meletakkan kata hikmah, peribahasa, atau atsar sahabat pada sanad tersebut. Dari pendapat tersebut diketahui terdapat dua cara pemalsuan Hadits, yaitu pemalsuan sanad dan matan Hadits.

Ibn Alwi Al-Maliki Al-Hasani mengatakan bahwa Hadits Mawdhu adalah Berita yang dibuat-buat yang disandarkan kepada Rasul SAW dengan sengaja berdusta atas namanya, atau atas nama sahabat dan tabiin. Dapat dikatakan bahwa yang termasuk kategori Hadits Mawdu bukan hanya yang disandarkan kepada Nabi saja, tetapi kepada para sahabat dan tabiin.

B. AWAL MUNCUL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI

Awal terjadinya Hadits Mawdhu muncul setelah terjadi konflik antar elit politik dan antara dua pendukung Ali dan Muawiyah. Umat Islam menjadi terpecah dalam 3 kelompok, yaitu Syiah, Khawarij, dan Jumhur Muslimin atau Sunni. Masing-masing mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai ijtihad mereka. Masing-masing ingin mempertahankan kelompoknya dan mencari simpatisan masa yang lebih besar dengan mencari dalil Quran dan Hadits Rasul. Jika tidak didapatkan ayat atau hadis yang mendukung kelompoknya, maka mereka mencoba mentawilkan dan memberikan interpretasi yang terkadang tidak layak.

Mayoritas faktor penyebab munculnya Hadits Mawdhu adalah karena tersebarnya bidah, fitnah, dan pertikaian. Hadits Mawdhu timbul dari sebagian kelompok  orang-orang bodoh yang bergelut dalam bidang politik atau mengikuti hawa nafsunya untuk menghalalkan segala cara.

Beberapa faktor penyebab terjadinya Hadits Mawdhu adalah:
Hadits palsu yang disandarkan kepada Nabi SAW dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu : Pemalsuan Hadits yang tidak disengaja, hal ini karena kekhilafan atau kekurang hati-hatian. Hadits ini biasa disebut Hadits Bathil. Dan Pemalsuan Hadits yang disengaja, yang disebut dengan Hadits Mawdhu.

Faktor-faktor penyebabnya adalah
1. Faktor Politik
Awal Hadits Mawdhu timbul akibat dampak konflik internal antar umat Islam yang kemudian menjadi terpecah ke beberapa sekte. Dalam sejarah, sekte pertama yang menciptakan Hadits Mawdhu adalah Syiah. Hal ini diakui sendiri oleh orang Syiah sendiri, misalnya seperti kata Ibnu Abu Al-Hadid dalam Syarah Nahju Al-Balaghah, bahwa asal  usul kebohongan dalam hadis-hadis tentang keutamaan adalah sekte Syiah, mereka membuat beberapa Hadits Mawdhu untuk memusuhi lawan politiknya.

Di antara kepentingan Syiah dalam membuat Hadits Mawdhu adalah menetapkan wasiat nabi bahwa Ali orang yang paling berhak menjadi khalifah setelah beliau, Wasiatku, tepat rahasiaku, khalifahku pada keluargaku, dan sebaik orang yang menjadi khalifah setelahku adalah Ali. Atau Hai Ali! Sesungguhnya Allah mengampunimu, anak keturunanmu, kedua orangtuamu, keluargamu, dan orang-orang yang menghidupkan Syiahmu.

Kemudian dibalas oleh sekte Sunni, dengan hadis yang diMawdhu-kan pada Abdullah bin Abu Aufa berkata Aku melihat Nabi duduk bersandar pada Ali kemudian Abu Bakar dan Umar datang maka Nabi bersabda: Hai Abu Al-Hasan! Cintai mereka, maka dengan mencintai mereka engkau masuk surga
Selain itu pendukung Muawiyah membuat Hadits, Orang-orang terpercaya di sisi Allah ada tiga: Aku, Jibril, dan Muawiyah

Diluar kelompok-kelompok tersebut muncul pula kelompok lain sebagai reaksi terhadap mereka, dengan mengambil posisi netral. Mereka juga membuat hadis palsu yang mendukung keutamaan para sahabat dan ketinggian status mereka, misalnya: Abu bakar adalah menteriku dan yang memegang urusan umat setelahku, Umar adalah kekasihku yang berbicara atas lidahku. Aku dari Utsman dan Utsman dariku. Sedang Ali adalah saudaraku dan pembawa panjiku.
Sekte Khawarij lebih bersih dari pe-mawdhu-an hadis, karena menurut mereka, bohong termasuk dosa besar dan pelaku dosa besar dihukumi kafir. Oleh karena itu, mereka yang paling bersih dalam periwayatan hadis. Sebagaimana kata Abu Dawud: Tidak ada diantara kelompok hawa nafsu yang lebih shahih hadisnya daripada Khawarij.

2. Usaha Kaum Zindik
Golongan zindik adalah golongan yang merusak Islam dari dalam, dengan berpura-pura masuk Islam. Dengan menyatakan masuk Islam mereka memiliki peluang-peluang, seperti menyebarkan fitnah, mengobarkan api permusuhan di kalangan umat Islam sendiri, menciptakan keraguan terhadap ajaran, dan merusak sumber ajaran dengan kebohongan mereka.

Pada masa itu, kekuasaan Islam telah mampu mengalahkan dua Negara adikuasa, yaitu Kisra dan Qaishar serta mampu meredam raja-raja dan para amir yang bertindak sewenang-wenang kepada wilayah kekuasaan mereka dengan cara menyiksa, menjarah, dan menjadikan budak warganya. Dengan tersebar luasnya Islam, memberikan rasa kemerdekaan dan perlakuan manusiawi bagi para warga, sedangkan para penguasa merasa kehilangan kekuasaan dan status, serta kehilangan kesempatan memanipulasi rakyatnya. Mereka tidak kunjung mendapatkan posisi baru, sehingga mereka mendekati Islam dengan berbagai cara. Dengan bertujuan menjauhkan masyarakat dari akidah Islam, mereka membuat hadis palsu meskipun gagal oleh kekuatan Islam.

Diantara hadis palsu yang dibuat kaum zindik adalah: Bahwa sekelompok Yahudi datang kepada Rasul SAW, lalu berkata: siapa yang menyangga Arsy? mereka menjawab: Arsy disangga oleh singa dan taring-taringnya. Mereka berkata: Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah SAW. Abu Al-Qasim Al-Balkhi berkata: Demi Allah, ini jelas palsu, sebab kaum muslimin telah sepakat bahwa yang menyangga Arsy adalah para malaikat.

3. Perbedaan Ras, Fanatisme Kabilah, Negara dan Pimpinan
Contoh hadis mawdhu dari bangsa Persia adalah: Sesungguhnya bahasa makhluk disekitar Arsy dengan bahasa Persia.
Lalu muncul hadis dari lawannya yang fanatik dengan bahasa Arab. Mereka menyatakan: Bahasa yang paling dimurkai Allah adalah bahasa Persia dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab.
Fanatisme terhadap suatu madzhab juga memunculkan hadis mawdhu. Seperti mereka yang fanatik terhadap madzhab Hanafi, mereka menyatakan: Ada pada umatku seorang laki-laki bernama Muhammad bin Idris lebih bahaya atas umatku dari pada iblis dan ada pada umatku seorang laki-laki bernama Abu Hanifah dia menjadi pelita umatku.  
Adapula hadis palsu yang menyatakan keutamaan suatu Negara, Empat kota yang termasuk kota-kota si surga adalah Makkah, Madinah, Baitul Maqdis, dan Damaskus.

4. Qashshash (Tukang Cerita) Menarik Simpati Kaum Awam
Sebagian ahli cerita mengumpulkan orang lalu mendongeng, dengan membuat hadis palsu agar menarik perhatian dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendapatkan uang. Qashshash popular pada abad ke-3H, mereka duduk di Masjid, pinggir jalan, dan keramaian. Mereka terdiri dari kaum Zindik dan orang-orang yang berpura-pura menadi orang alim.

Tukang cerita tersebut membuat hadis dengan menyertakan sanad, yang seolah-olah hadis itu benar-benar dari Rasul. Kedustaan mereka seperti diungkapkan oleh Abu jafar Muhammad Ath-Thayalisiy, berkata: Ahmad Ibn Hambal dan Yahya Ibn Main shalat di masjid Rashafah. Kemudian datang tukang cerita dihadapan jamaah, ia berkata: Telah meriwayatkan kepada kami Ahmad Ibn Hambal dan Yahya Ibn Main, keduanya berkata: Telah meriwayatkan kepada kami Abdur Razaq dari Mamar dari Qatadah dari Anas, katanya: Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa mengucapkan La Ilaha Illallah, maka Allah akan menciptakan suatu burung dari setiap katanya, yang paruhnya dari emas dan bulunya dari marjan.

5. Perbedaan Madzhab dan Teologi
Masalah perbedaan (khilafiyah) baik dalam Fiqih atau Teologi mendorong terbuatnya hadis mawdhu yang dilakukan oleh sebagian pengikut madzhab yang fanatic dalam madzhabnya. Contoh pemalsuan hadis adalah:  Barangsiapa yang mengangkat tangannya ketika ruku maka tiadalah shalat baginya.

6. Senang Kebaikan Tanpa Pengetahuan Agama yang Cukup
Sebagian orang Shaleh dan Zuhud melihat kesibukan masyarakat terhadap dunia dan meninggalkan akhirat. Kemudian mereka membuat hadis palsu berkenaan dengan Targhib (mendorong untuk berbuat baik atau kabar gembira), dan Tarhib (mencegah dari berbuat jahat atau ancaman). Beberapa pembuat hadis ini adalah Nuh ibn Abi Maryam, Ghulam Khalil, dan Masyarah bin Abdu Rabbih.

7. Menjilat atau Mencari Muka kepada Penguasa
Para membuat hadis palsu dalam kelompok ini bertujuan untuk lebih dekat dengan penguasa. Mereka menciptakan hadis untuk berbagai hal yang dissenangi penguasanya. Misalnya yang dilakukan Ghiyats bin Ibrahim An NakhaI ketika masuk ke istana Al Mahdi yang sedang bermain burung, Ghiyats berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada perlombaan kecuali pada anak panah, atau unta, atau kuda, dan atau pada burung. Pada mulanya ungkapan itu memang hadis dari Rasul, tetapi aslinya tidak ada kata burung.

C. KRITERIA KEPALSUAN SUATU HADITS
Kepalsuan hadis dapat diketahui dari sanad dan matan
Tanda-tanda kepalsuan Hadis pada Sanad
1). Pengakuan Pembuatnya Sendiri
Seperti pengakuan Abdul karim bin Abu Al-Auja ketika akan dihukum mati ia mengatakan: Demi Allah aku palsukan padamu 4000 buah hadis. Di dalamnya aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram. Maysarah bin Abdi Rabbih Al-Farisi mengaku membuat 70 hadis palsu. Demikian juga Abu Ishmah bin Maryam juga mengaku banyak membuat hadis palsu.
   
2).Terdapat indikasi yang menunjukkan bahwa seorang periwayat adalah pembohong. Misalnya periwayat mengaku mendapatkan suatu hadis dari seorang syekh, tapi ternyata syejh tersebut sudah meninggal sebelum ia lahir.
   
3) Perawi yang dikenal sebagai pendusta meriwayatkan suatu hadis seorang diri, dan tidak ada perawi lain yang Tsiqah yang meriwayatkannya.
  
 4) Kepalsuan hadis juga dapat diketahui dari keadaan perawi dan dari dorongan-dorongan psikologisnya.
Tanda-tanda Kepalsuan Hadis pada Matan
a. Lemah susunan lafal dan maknanya.
Banyak hadis-hadis yang lemah susunan bahasa dan maknanya. Seorang yang ahli dalam bahasa dan sastra dapat membedakan mana hadis yang benar-benar dari Rasul dan mana yang palsu.
b. Rusaknya makna
Misalkan hadis-hadis yang dapat dirasakan kedustaan dengan perasaan atau akal sehat, seperti: Terong merupakan obat segala penyakit atau Memandang wajah yang cantik dapat menerangkan mata dan memandang wajah yang jelek menyebabkan sedih
c. Bertentangan dengan Al-Quran, dan Hadis Mutawatir
Misalnya: Usia dunia itu tujuh puluh tahun lagi. Bertentangan dengan ayat Al-Quran, bahwa kiamat itu hanya Allah yang mengetahuinya (Al-Araf:187)
d. Menyalahi realita sejarah
Misalnya hadis yang menjelaskan bahwa Nabi memungut jizyah (pajak) pada penduduk khaibar dengan disaksikan oleh Saad bin Muadz. Padahal Saad telah meninggal pada masa perang Khandaq sebelum kejadian tersebut.
e. Mengandung pahala yang berlebihan bagi amal kecil
Biasanya disampaikan oleh ttukang cerita yang ingin menarik pendengar untuk beramal shaleh, Misalnya: Baran siapa yang shalat dhuha sekian rakaat diberiakan pahala 70 Nabi.
f. Hadis yang isinya sesuai dengan pendapat madzhab periwayatnya, sedangkan periwayat tersebut dikenal sangat fanatic terhadap madzhhabnya itu.
g. Sahabat dituduh menyembunyikan hadis
Misalnya, Nabi memegang tangan Ali bin Abi Thalib di hadapan para sahabat semua, kemudian bersabda: Ini wasiatku dan saudaraku dan khalifah setelah aku.
Seandainya itu benar-benar hadis dari Nabi, maka banyak diantaa sahabat yang meriwayatknnya. Tidak mungkin para sahabat diam dan tidak meriwayatkan hadis tersebut, terlebih masalah kepemimpinan.
Disadari betapa sulitnya mendeteksi hadis palsu yang telah tersebar dengan berbagai Sanad yang berbeda. Namun, berkat ketekunan dan kegigihan para ulama Hadits dalam meneliti Hadits, akhirnya dapat tersusun beberapa kitab Hadits yang memuat dan menghimpun Hadits palsu sebagai pengetahuan yang berguna untuk meningkatkan kewaspadaan atas bahaya Hadits palsu. 

Beberapa upaya para ulama dalam menyelamatkan Hadits Nabi adalah:
* Berpegang pada Sanad, yaitu mengharuskan penyertaan penyebutan Sanad dalam setiap periwayatan.
* Meningkatkan semangat ilmiah dan ketelitian dalam meriwayatkan Hadits. Setiap Hadits yang beredar diteliti secermat mungkin, dengan serius dan hati-hati
* Melakukan gerakan pembasmian terhadap pemalsu hadits, menjelaskan kepada masyarakat siapa saja yang melakukan pemalsuan hadis, dan menyuruh untuk menjauhinya.
* Menjelaskan hal ihwal para perawi hadits selengkap-lengkapnya agar diketahui masyarakat luas
* Menetapkan kaidah-kaidah untuk mengetahui Hadits-hadits mawdhu, baik pada Matan auatupun Sanad
* Selain itu juga dilakukan:
   Pembukuan Hadits, Pembentukan Ilmu-ilmu Hadits yang menelusuri berbagai bidang, Menghimpun biografi para periwayat Hadits, dan Perumusan istilah-istilah Hadits.

Beberapa Tokoh Hadits Mawdhu
Abban ibn Jafar Al-Numayri, Ibrahim ibn Zaid Al-Aslami, Ahmad ibn Abdullah Al-Juwaybari, Jabir ibn Yazid A-Jafi, Muhammad ibn Syuja Al-Laitsi, Nuh ibn Abu Maryam, Al-Harits ibn Abdillah Al-Awar, dll..
Beberapa kitab hadis yang memuat Hadits Mawdhu
Tadzkirah Maudhuat, karya Abu Al-Fadhl Muhammad bin Thahir Al-Maqdisi
Al-Maudhuat Al-Kubra, karya Abu Al-Faraj Abdurrahman ibn Al-Jauzi
Al-Baits alal Khalash min Hawadits Al-Qashashash, karya Al-Hafizh Zainuddin Abdurrahim Al-Iraqi
Risalah, karya Imam Al-Syanani,   dll


Sumber Referensi
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, 2008, Jakarta: AMZAH
Abduh Almanar, Studi Ilmu Hadis, 2011, Bogor: Gaung Persada Press

Oleh: khery, Azis, Dhani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemikiran Kalam Khawarij dalam ilmu Kalam

 Pemikiran Kalam Khawarij 1. Pengertian dan Penisbatannya A l-Khawarij adalah bentuk jama' dari khariji (yang keluar). Nama khawarij d...