Nasikh Mansukh Dalam Al-Qur'an


Tidak terbilang banyaknya ulama menulis buku yang secara khusus membahas masalah Nasikh Mansukh. Antara lain Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam, Abu Daud as-Sijstani, Abu Ja’far an-Nahas, Ibn al-Anbari, Makki, Ibn ‘Arabi, dan lain-lain. Di antara ulama sekarang yang menulis tentang Nasikh Mansukh adalah Dr.Mustafa Zaid dengan judul an-Nasikh fi al-Qur’an.

Al Maraghi menjelaskan bahwa hukum tidak diundangkan kecuali untuk kemaslahatan manusia. Hal ini mungkin berubah karena adanya perubahan keadaan waktu dan tempat, sebingga apabila suatu hukum diundangkan untuk kebutuhan pada satu waktu, kemudian kebutuhan itu berakhir, maka merupakan suatu langkah yang bijaksana apabila ia dinasikh (dibatalkan) dan diganti dengan hukum yang lebih baik dari hukum semula atau sama segi manfaatnya bagi hamba-hamba Allah.

Abu Muslim berkata bahwa hukum Tuhan yang dibatalkan bukan berarti bathil. Sesuatu yang dibatalkan penggunaannya karena adanya perkembangan dan kemaslahatan pada suatu waktu, bukan berarti yang dibatalkan itu tidak benar ketika berlaku pada masanya. Dengan demikian yang membatalkan dan yang dibatalkan keduanya adalah hak dan benar, bukan bathil.

A. PENGERTIAN NASIKH MANSUKH

Naskh menurut bahasa berarti izalah (menghilangkan). Kata naskh juga dipergunakan untuk makna memindahkan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain.
Menurut istilah naskh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (khitab) syara’ yang lain. Dengan perkataan “hukum”, maka tidak termasuk dalam pengertian nasikh menghapuskan “kebolehan” yang bersifat asal (al-bara’ah al asliyah). Dan kata-kata “dengan khitab syara’” mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum disebabkan mati atau gila, atau penghapusan dengan ijma’ atau qiyas.

Oleh para ulama muata ‘akhirin, nasikh terbatas pada ketentuan hukum yang datang kemudian, guna membatalkan, mencabut, atau menyatakan berakhirnya masa berlaku hukum terdahulu, sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah yang ditetapkan terakhir.
Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Maka ayat mawaris atau hukum yang diangkat atau dihapuskan. Maka ayat mawaris atau hukum yang terkandung didalamnya,  misalnya, adalah menghapuskan (nasikh) hukum wasiat kepada kedua orang tua atau kerabat (mansukh). Dari uraian di atas dapat disampaikan bahwa dalam nask diperlukan syarat-syarat berikut:

1.Hukum yang mansukh dalam hukum syara’
2.Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i yang datang lebih kemudian dari kitab yang hukumnya mansukh.
3.Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak dinamakan naskh.

B. DASAR KEMUNGKINAN TERJADINYA NASIKH MANSUKH

Adanya nasikh dan mansukh tidak dapat dipisahkan dari cara turunnya Al Qur’an itu sendiri dan tujuan yang ingin dicapai. Kitab suci Al Qur’an tidak turun sekaligus, tapi berangsur-angsur dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun.

Syariat Allah merupakan perwujudan dan rahmat-Nya Dialah yang mengetahui kemaslahatan hidup hamba-Nya melalui sarana syari’at-Nya. Dia mendidik manusia hidup tertib dan adil untuk mencapai kehidupan yang nyaman, sejahtera dan bahagian dunia akhirat.
Berikut adalah beberapa pernyataan  para ulama mengenai nasikh mansukh.
-Para ulama sepakat adanya nasikh berdasarkan nash Al Qur’an dan Sunnah
-Syariat selalu memelihara kemaslahatan manusia
-Nasikh tidak terjadi pada berita-berita, tetapi terjadi pada hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah halal dan haram
-Hukum-hukum itu bersumber dari Allah SWT yang disyariatkan demi kemaslahatan dan kebahagiaan manusia.
-Menyimpang dari jalan yang lurus dan mengikuti jejak orang-orang yang sesat, menjadi penyebab kesengsaraan.

Beberapa cara untuk mengetahui nasikh dan mansukh.
-Keterangan tegas dari nabi atau sahabat,
Seperti hadis “Aku (dulu) pernah melarangmu berziarah kubur, maka (kini) berziarah kuburlah”. (Hadis Hakim)
-Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan yang itu mansukh.
-Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang kemudian dalam perspektif sejarah.

C. PEMBAGIAN NASIKH MANSUKH

1.Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Nasakh semacam ini disepakati kebolehannya oleh para ulama dan telah terjadi secara hukum, seperti ayat tetang idah yang masanya satu tahun menjadi empat bulan sepuluh hari. QS.Al-Baqarah:240
Artinya : “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.Al-Baqarah 2:240)

Dinaskh dengan ayat Al-Baqarah : 234.
Artinya : “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu(para wali) memberiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. ( QS. Al-Baqarah:234)

Dan hukum tersebut bagi yang tidak hamil, bagi yang hamil dinaskh denga ayat Al-Thalaq : 4
Artinya : Dan perempuan-perempuan yang putus asa dari haid di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. AT Thalaq/65:4)

Beberapa contoh Naskh yang lain dalam Al Qur’an
1. Mansukh ( Q.S Al Baqarah: 217) dinasikhkan dengan (Q.S At taubah: 36)
2. Mansukh (Q.S Al Baqarah: 284) dinasikhkan dengan (Q.S Al Baqarah: 286)
3. Mansukh (Q.S An Nisa: 15-16) di nasikhkan dengan (Q.S An Nur: 2)
4. Mansukh (Q.S Al Anfal:65) dinasikhkan dengan (Q.S Al Anfal:66)
5. Mansukh (Q.S At taubah:41) dinasikhkan dengan (Q.S At Taubah:91 dan 122)
6. Mansukh (Q.S Ar Rum:50) dinasikhkan dengan (Q.S Al Ahzab: 52)
7. Mansukh (Q.S Al Mujadila:12) dinasikhkan dengan (Q.S Al Mujadila: 13), dll

Q.S Al-Mujafilah:12,
Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Nasikh Q.S Al Mujadilah : 13
Artinya : Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

2.Naskh Al-Qur’an dengan As-Sunnah.

Naskh ini ada dua macam, yaitu naskh Qur’an dengan Hadis Ahad dan naskh Qur’an dengan Hadis Mutawatir. Dalam hal ini para ulama membatasi hanya denga sunnah mutawatir, sebagaimana menurut imam Maliki, Abu Hanifah, mazhab al-Asy’ary dan Ahmad dalam satu riwayat, sebab masing-masing keduanya adalah wahyu. Allah SWT berfirman dalam Q.S An Nahl: 44, yang artinya “ Dan kami turunkan kepadamu Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”

Naskh ini ditolak oleh Imam  Syafi’i, berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah : 106,  yang artinya “Apa saja yang Kami nasakhkan , atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya”. Sedangkan Hadis tidak lebih baik atau sebanding dengan Al Qur’an.

3.Naskh As-Sunnah dengan Al-Qur’an.

Naskh dalam semacam ini disepakati oleh jumhur ulama, dalam hal ini nabi memerintahkan kaum muslimin dalam menghadap kiblat Baitul Maqdis kemudian dinaskh oleh Al-Qur’an dalam surat Al Baqarah : 144


Artinya : Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Rabb-nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.
(QS. Al-Baqarah /2:144)

4.Naskh as-Sunnah dengan As-Sunnah.

Dalam katagori ini, ulama membolehkan, dengan ketentuan :
a.Naskh mutawatir dengan mutawatir
b.Naskh ahad dengan ahad
c.Naskh ahad dengan mutawatir
d.Naskh mutawatir dengan ahad

Ulama menyepakati dalam tiga bentuk yang pertama, sedang bentuk keempat dalam perselisihan pendapat, seperti halnya dengan Hadis Ahad yang tidak dibolehkan oleh jumhur ulama.

D.  HIKMAH ADANYA NASIKH DAN MANSUKH

Syari'at Allah adalah perwujudan dari rahmat-Nya. Dia-lah yang Maha Mengetahui kemaslahatan hidup hamba-Nya. Melalui sarana syari'at-Nya, Dia mendidik manusia hidup tertib dan adil untuk mencapai kehidupan yang aman, sejahtera dan bahagia di dunia dan di akhirat. Diantara hikmah adanya Nasikh Mansukh adalah.
1.Memelihara kepentingan hamba.
2.Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia.
3.Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.
4.Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika nasakh itu beralih ke hal yang lebih berat, maka didalamnya terdapat tambahan pahal, dan jika beralih lebih ringan maka mengandung kemudahan dan keringanan.


Disusun : Khery Rastogi

SUMBER REFERENSI

Al Qattan, Manna’ Khalil, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an, Mansyurat al ‘Asr al Hadis, 1973,  diterjemahkan oleh: AS, Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Pustaka Litera Antar Nusa, 2011
Chirzin, Muhammad, Al Qur’an dan Ulumul Qur’an, Dana Bhakti Prima Yasa
Al Qur’an dan terjemah,  www.quran.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemikiran Kalam Khawarij dalam ilmu Kalam

 Pemikiran Kalam Khawarij 1. Pengertian dan Penisbatannya A l-Khawarij adalah bentuk jama' dari khariji (yang keluar). Nama khawarij d...